
Ramadhan kemarin, hp ayah sempat
hilang dua hari. Untuk mengantisipasi penyalahgunaan, maka semua data dihapus
dengan menghubungi operator seluler. Termasuk video kesukaan Mush’ab.
Minggu siang menjelang sore saya
dan anak-anak membersihkan rumput di samping rumah. Suara pengajian ibu-ibu di
masjid mengudara sesekali jelas, sesekali samar.
“Nah Nda, orang di masjid baca do’a
Robbana hablana min azwajina.” Wajah Mush’ab sempurna menghadap saya.
Saya pun meletakkan cengkuit. Mendengar dengan
lebih awas suara di masjid. “Iya benar.”
“Kayak di lagu video ayah,”
tambahnya. Obrolan itu berlalu begitu saja.
***
Hari-harinya ya bermain. Dunianya
ya bermain. Bahagianya ya bermain.
Permainan lego sedang nge-hit
bagi duo bocil. Maklum baru diberi hadiah oleh teman bundanya. Mush’ab
membentuk lego menjadi robot. Raihan berkreasi membentuk mobil. Itu artinya
kesempatan bundanya beres-beres rumah.
“Robbana hablana min azwajina wa
zurriyatina.” Mungkin ucapan itu sudah berulang kali namun saya baru menyadarinya.
Saya perhatikan sumber suara. Mush’ab serius bermain dengan mulut yang terus
melafalkan do’a itu.
“Robbana hablana min azwajina wa
zurriyatina...” Ia belum hafal
seluruhnya, jadi terhenti.
Sayapun melanjutkan, “qurrota a’yun
waj alna lilmuttaqiena imama... imama” tentu dengan gaya menyanyi Bidadari Syurga.
Tanpa komando Mush’ab kerab
mengulang do’a tersebut. Sambil bermain, saat menemani merumput, sesi ‘belajar’,
mau tidur, ketika ikut jalan-jalan, bahkan manakala terdengar orang membaca do’a
tersebut.
***
Maaf ya di rumah kami tidak ada TV.
Jadi kalau hari ini dunia gempa pilkada Jakarta, tidak ada pengaruh apapun terhadap
anak-anak. Mereka tetap bermain dan Mush’ab tetap melafalkan do’a favoritnya.
“Robbana hablana min azwajina wa
zurriyatina qurrota a’yun waj alna lilmuttaqiena imama... imama.” Kini ia telah sempurna mengucapkannya.
“Imama itu apa, Nda?”
“Pemimpin.”
“Pemimpin itu apa?”
“Orang yang memimpin.”
“Memimpin apa?”
“Memimpin apa saja.”
Ups, saya sadar kalau sedikit
keliru menjelaskan pertanyaan bocah 2,5 tahun itu.
Mungkin karena senang sudah hafal
hingga selesai, Mush’ab berulang-ulang mengucpkannya. Saya sampai merasa bosan
mendengarnya. Namun, dalam hati saya turut terus mengamini do’a-do’a tersebut.
“Ah... semoga Allah berkenan
mengijabah do’a anak ini. Semoga Allah karuniakan kami pemimpin yang beriman kepada-Mu.”
Nanti saat bocil itu bertanya
lagi, “pemimpin itu apa?”
Saya akan bersiap menjawab, “Pemimpin
adalah orang yang begitu mencintai Tuhannya...,”
***
0 komentar:
Posting Komentar