Hingga dzuhur matahari tak jua menampakkan dirinya. Kuat
prediksi hujan kembali menyirami. Tapi, saya punya agenda menghadiri acara dan
itu tidak bisa dibatalkan. Bismillah.
Setelah cukup lama mengunggu di halte, saya dan duo bocil berhasil mendapatkan
angkot.
Sekitar dua puluh menit angkot berjalan, naik seseorang yang
ternyata teman saya. Kami saling menyapa seperlunya karena posisi duduk berjauhan.
Saat turun saya mengangsurkan uang sepuluh ribu ke sopir angkot, “dua, Pak.”
Sebenarnya saya tidak tahu pasti berapa ongkos angkot. Tiga
ribu atau empat ribu. Biar aman saya beri saja lima ribu untuk satu orang. Dan
niat untuk membayari ongkos teman tadi sudah ada sejak melihat ia naik ke
angkot.
“Oh iya, makasih ya, Mbak!” ucapnya ketika turun angkot.
Dan benar, dengan anggunnya hujan perlahan membasahi semua.
Acara yang saya hadiri tetap terlaksana sebagaimana adanya.
Saat pulang artinya saat ngangkot lagi. Hampir penuh penumpang angkot yang saya naiki.
Duo bocil awalnya heboh melihat kendaraan lalu-lalang dari kaca mobil yang
buram karena air hujan. Seperti biasa, apapun yang dilihat jadi bahan mereka
bertanya pada saya.
Dua menit, empat menit tak ada suara celoteh meraka lagi.
Kompak, duo bocil terlelap. Adik nyaman di gendongan dan kakak bersandar di
tangan kanan saya.
“Eh Mbak ini saya kasi ongkos,” suara seseorang dari bangku
belakang. Seorang teman yang baru saya ingat naik angkot bersamaan. Tangannya mengulurkan selembar uang.
Meski saya sudah bertekad tidak akan menolak niat baik orang,
tetap saja reflek saya menjawab, “eh gak usah. Ada kok.”
“Gak papa, Mbak. Aku traktir mbak deh!” Ia menyelipkan uang
tersebut ke sisi lengan saya karena posisi saya sulit bergerak demi menahan
anak-anak tidur. Lalu, ia pun turun dengan berucap salam.
Angkot kian melaju. Pun hujan terus mengguyur. Saya tersenyum
pada kisah singkat episode senja ini.
Perginya, saya mengongkosi teman
mengeluarkan uang sepuluh ribu. Pulangnya, saya diongkosi teman diberi uang
sepuluh ribu. Sama persis, sepuluh ribu. Pada selisih waktu 3 jam. Dua orang
teman yang berbeda dan tidak saling tahu.
Sebagai ibu rumah tangga (IRT) saya diharuskan sangat
selektif mengeluarkan uang demi tercukupi kebutuhan keluarga. Dan saya pikir,
semua IRT juga begitu. Anggap saja sebagai tuntutan profesi. Namun, kejadian
kecil sore kemarin semakin menguatkan keyakinan bahwa matematika IRT tidak
berlaku untuk pengeluaran bernama sedekah.
Jika saja saya tidak sedekah, pengeluaran saya sepuluh ribu untuk ongkos
pergi-pulang. Karena berniat sedekah, harusnya pengeluaran saya lima belas
ribu. Tapi faktanya saya tetap
mengeluarkan sepuluh ribu. Inilah keajaiban. Pembuktian bahwa harta yang
disedekahkan tidak akan hilang. Segera tergantian. Itu hanya sesuatu yang dapat
dilihat.
Selebihnya, saya yakin ada reward lain yang tidak terlihat namun dapat dirasakan. Ketenangan,
kebahagiaan, kasih sayang adalah berkah sadakah yang tiada terkira.
Maha kaya dan Maha benar Allah dengan semua ketentuannya.
0 komentar:
Posting Komentar