Sejatinya, selalu ada alasan seseorang melakukan sesuatu.
Meski ia hanyalah seorang anak kecil. Bagi orang tua patutlah kiranya memberi
jeda agar mendengarkan penjelasan anak. Terkadang apa yang diungkapkan anak
adalah hal tak pernah terpikirkan orang dewasa. Dan saya begitu sering
mengalaminya.
Karena entah dimana posisi kipas, saya mencari kertas yang
cukup keras di tumpukan buku bekas. Sebuah buku gambar lumayan menghalau cuaca
gerah. Mush’ab akhirnya tertidur setelah dikipasi plus dielus-elus punggungnya.
Sementara adiknya, Raihan (2 tahun) tetap asyik mengamati semut di dinding.
Melihat situasi aman terkendali, sayapun memantau dunia perfacebook-an.
“Dek...,” tegur saya ketika akhirnya menyadari sobekan buku
sudah memenuhi lantai.
Sementara saya memilih kalimat yang pas untuk menegur, si
bocil menyahut, “adek ambil gambarnya.” Tangannya terus saja merobek-robek
buku.
Sedetik saya diam. Menghela nafas dan ... menyerah. Sebuah
senyum saya berikan padanya.
“Oh jadi adek mau ambil gambarnya.”
“Eh,” dengan kepala mungil itu mengangguk. Gambar dengan warna ceria di buku tersebut ternyata membuat Raihan ingin mengambilnya dan
untuk itu ia merobek buku.
Lain waktu saya sibuk memasak dan tetap diasisteni oleh para
bocil.
“Tek... tek...” Saya mendengar suara tersebut tapi tidak
terlalu hirau. Pikir saya biasalah anak-anak akan menggunakan beberapa alat
masak. Mungkin mengambil cangkir lalu dipukul pakai sendok atau lainnya.
“Nda...,” panggil si Kakak (3,5 tahun).
“Iya, Nak,” saya jawab sambil terus mengurusi gorengan di
kompor.
“Nda, sini liat dulu.” Kini tangannya sudah menarik baju
saya.
“Iya bentar.” Demi menjaga agar tidak ikan gosong, api
kompor dikecilkan dulu sebelum akhirnya saya menoleh.
Kakak-adik itu tersenyum lepas manakala bundanya melihat apa
yang mereka kerjakan.
“Kan sudah Bunda kasi tau kalau kakak-adik tidak boleh memecahkan
telur. Ini untuk lauk kita atau untuk buat bolu.”
“Nda, kakak tidak pecahin telor. Kakak cuma mau liat ada gak
anak ayam dalam telur ini.” Mendengarnya membuat saaya jadi bingung, mau kesal
atau geli. “kata Bunda kan anak ayam keluar dari telur.” Si kecil melanjutkan
penjelasannya.
Baiklah, lagi-lagi saya menyerah. Bertindak cepat
menyelamatkan telur yangmasih bersih dan langsung ikut digoreng.
Begitulah anak-anak itu. Mereka hanya ingin menuntaskan
keinginantahuan serta membahagiakan hati. Bagi mereka, semua yang ada di
sekitar adalah dunia penuh warna. Ketimbang memilih emosi negatif melihat
tingkah mereka, lebih bijak temani saja kemeriahan dunia si kecil.
Ccuuaakkeepp kakak3 musab dan raihan...hahahaha.... samo nian dengan gadis kami....
BalasHapus